
COMPASSION:
PRINSIP
DAN JALAN MODERASI BERAGAMA DI INDONESIA
https://www.blogger.com/blog/posts/2920762426213286561
Dr. Alfons Seran, S.S., M.Th
Perjumpaan dan ‘silaturahmi’ merupakan aspek fundamental dalam kehidupan manusia.
Berbicara, bertanya, menerima jawaban, bagi pengalaman dan gagasan merupakan
aspek integral dari aktivitas manusia. Dalam perspektif ini dialog bagian yang
tak terpisahkan dari hidup manusia itu sendiri. Lebih khusus lagi dialog dengan
sesama terutama dalam konteks masyarakat plural menjadi aspek penting dalam membangun
moderasi beragama.
Kesadaran akan realitas keanekaragaman agama, budaya dan kebangsaan telah mengedepankan semangat moderasi sebagai jalan solidaritas yang membawa orang untuk hidup berdampingan dan dekat satu dengan yang lain. Dengan begitu orang bisa membagikan pengalaman suka dan duka, penderitaan, kebahagiaan dan perjuangan. Salah satu aspek dalam kehidupan masyarakat yang membuat spiritualitas ‘compassion’ atau belarasa.
Simpati
Jalan Moderasi
“Compassion” atau belarasa menjadi “jalan” bagi kita untuk membangun solidaritas
dan persaudaraan yang sehati-sejiwa dalam satu bangsa. “Compassion”
yang berarti ‘rasa iba’ atau ‘simpati’ secara natural adalah perasaan
dan emosi yang dimiliki setiap orang. Allah telah menganugerahkan kualitas ini
pada setiap orang. Rasa iba dan simpati telah menjadi suatu paradigma baru dan
penting dalam menempatkan diri atau masuk dalam situasi, perasaan, pikiran dan
keberadaan atau situasi konkrtit dalam perjumpaan dan dialog dengan sesama. Tujuannya
adalah bisa memahami pikiran dan tindakannya dipandang sebagai keyakinan untuk
kesuksesan sebuah hubungan inter-personal
bagi manusia. Demikian pula kunci sukses untuk masuk ke dalam budaya dan agama
lain serta politik dan diplomasi adalah dimulai dengan menunjukkan rasa dan
sikap simpati.
Para teolog seperti Karen Amstrong dan John Baptist Metz juga memandang rasa iba dan simpati menjadi jalan untuk memasuki ‘tempat suci’ budaya, agama dan etnis lain terutama dalam membangun relasi dan solidaritas dengan mereka yang menderita. Teologi lebih menekankan sikap simpati dalam kaitan dengan penderitaan sesama. Compassion memperlihatkan suatu kemampuan manusia untuk simpati dan empati pada penderitaan orang lain dan dipandang sebagai ‘belaskasih’ itu sendiri. Compassion sebagai sikap dasar manusia pada hubungan sosial dan kemanusiaan. Compassion sebagai sikap dasar ‘belaskasih’ menjadi prinsip tertinggi dalam filsafat, agama, moral dan kepribadian. Prinsip compassion dikenal sebagai Golden Rule (prinsip emas) yang berarti: “Lakukan pada orang lain apa yang anda inginkan orang lain lakukan untukmu”.
Prinsip
Compassion
Prinsip dan hakikat ‘compassion’ atau
belasrasa berakar dalam hati setiap agama, etika, moral dan tradisi. Prinsip
belarasa mendorong orang agar memperlakukan setiap individu sebagaimana kita
memperlakukan diri sendiri. Belarasa mendorong untuk bekerja tanpa kenal lelah
untuk mengurangi penderitaan sesama; membuka hati bagi orang lain, melawan
kepentingan diri; menghormati setiap ciptaan; memperlakukan setiap pribadi
dengan adil dan hormat sesuai dengan martabatnya tanpa pengecualian. Belarasa
itu menghormati segala bentuk perbedaan akan tradisi, agama dan budaya;
mendorong kita untuk menghargai semua bentuk keanekaragaman agama dan budaya;
memelihara sikap empati dan simpati akan penderitaan semua orang termasuk
mereka yang kita anggap sebagai musuh.
Kita diundang untuk mempromosikan
spiritualitas compassion dalam peradaban kebangsaa kita. Kita semua diundang
untuk menempatkan kembali sikap belarasa dan simpati sebagai inti setiap agama
dan moralitas. Bahwa dalam politik, ideologi, dogma, hukum dan batas-batas
agama dan budaya, compassion dan simpati haruslah menjadi sentral dan tujuan
dari semua tindakan dan usaha manusia. Compassion adalah sikap simpati
akan penderitaan sesama dan berhasrat
untuk membantu. Bagaimana seseorang bisa
menjadi pribadi yang berbelaskasih? Apa mekanisme untuk mengubah hati yang egois
(selfish heart) menjadi orang yang
murah hati?
Moderasi beragama
adalah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang dianut dan
dipraktikkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Pemerintah
Indonesia juga menjadikan moderasi beragama sebagai salah satu program nasional
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Moderasi beragama
tercermin dalam komitmen kebangsaan yang menjunjung keberagaman, toleransi yang
menghargai perbedaan keyakinan, menolak bentuk-bentuk kekerasan atas nama
agama, serta penerimaan terhadap budaya dan tradisi dalam masyarakat. Untuk
membangun moderasi beragama yang sejati, setiap warga negara perlu
mentransformasi hal-hal berikut yang dianggap sebagai kendala:
1. Cara Padang: Agamaku
paling benar menjadi setiap agama adalah jalan-jalan kebenaran atau jalan
kebaikan atau jalan cinta damai menuju persaudaraan, persatuan, kerukunan dan keselamatan.
2. Sikap: Mengkafirkan
orang lain menjadi setiap orang ciptaan Allah yang mulia
3.
Perilaku
Beragama: yang Radikal dan Fanatik Buta: menjadi
pribadi toleran yang menerima perbedaan.
Comments
Post a Comment